Seluk Beluk Masjid Agung Surakarta

Seluk Beluk Masjid Agung Surakarta

Bangunan Utama
Luas utama bangunan Masjid Agung Surakarta adalah 308.17 m2. Atapnyanmenjulang ke udara tiga lapis dengan mustaka di puncaknya, dengan gaya yang lazim disebut tajuk masjid dan lambang teplok. Bangunan utama masjid terdiri atas :
Ruang utama  yang berfungsi sebagai ruang shalat lengkap dengan mihrabnya; sayab kembar di utara dan selatan ruang utama berupa ruang pawastren, ruang atau balai pabongan dan yogaswara, serambi, emper, tratag rambat,  dan kuncungan.


Ruang Utama
    Ruang utama Masjid Agung Surakarta yang merupakan ruang inti masjid ini berfungsi sebagai ruang shalat. Bentuknya persegi empat yang melambangkan kesederhanaan duniawi dengan ukuran 32 m X 34 m. Ruang utama ini dilengkapi 11 pintu, lima pintu di timur (melambangkan rukun islam), dan masing – masing tiga pintu disebelah utara dan selatan ruangan. Ruang shalat utama Masjid Agung Surakarta dilengkapi sembilan jendela, empat jendela terdapat di utara dan selatan mihrab, satu di sisi utara tepatnya di barat bilik yogaswara, dan empat di sisi barat masing – masing dua di utara dan selatan mihrab. Daun jendela dan kusennya terbuat dari kayu jati, dan di bagian atas kusen terdapat ornamen ukiran geometris serta prasasti.
    Benruk bangunan utama Masjid Agung Surakarta yang mendekati bujur sangkar itu melambangkan konsep Jawa keblat papat lima pancer yang melambangkan kesetaraan kekuatan empat arah (utara-selatan-timur-barat) dengan kekuatan inti ditengah. Lantai ruang masjid agung kini dilapisi marmer putih berukuran 60 cm X 60 cm, sebelumnya lantai ruang utama masjid dilapisi ubin teraso dengan motif geometris berukuran 20 cm X 20 cm dengan ketebalan 2 cm. Ubin dipasang di atas lapisan pasir bercampur bubuk kapur dengan ketebalan 2 cm, pemasangan ubin itu beroreientasi pada kiblat.


    Berdasarkan eksvakasi yang pernah dilakukan pada salah satu bagian Masjid Agung Surakarta, diketahui bahwa lantai lama masjid berada pada kedalaman 4 cm dibawah permukaan lantai teraso. Lantai itu dilapisi ubin berbahan batu putih berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 41 cm X 41 cm dengan ketebalan 6 cm. Ubin dengan motif hias sulur – sulur itu dipasang dengan pola diagonal, berorientasi timur laut – barat daya. Di bawah susunan lantai lama itu terdapat lapisan batu bata berukuran 27 cm X 13,5 cm dengan ketebalan 6 cm. Batu bata itu disusun berlapis – lapis dengan jarak antar batu bata 2 cm, bagian lantai diketahui bahwa jumlah batu bata di bagian bawah bangunan masjid itu lebih dari 9 lapisan. Secara teknik bangunan, susunan berlapis – lapis batu bata itu dibutuhkan untuk menahan beban konstruksi rangka atap yang memakai konstruksi dari kayu dengan sekurang – kurangnya ada empat tiang besar di tengah – tengahnya yang menjulang sampai ke rangka atap.


    Masjid Agung Surakarta memiliki empat saka guru dan dua belas saka penanggap (saka rawa). Saka guru berbentuk bulat polos tanpa ornamen berdiameter 57 cm menjulang ke atas dengan ketinggian 16,58 m menerus tanpa sambung, sedangkan saka rawa atau penanggap berdiameter 46 cm polos tanpa ornamen dengan ketinggian 9,8 m. Seluruh konstruksi rangka atap ruang utama terbuat dari kayu jati. Diduga, pada awal berdirinya masjdi, kayu tersebut berasal dari Masjid Agung Kartasura.

Ruang Transit dan Maksura
    Fasilitas khusus raja itu berupa maksura dan ruangan transit lengkap dengan padasan. Ruang transit terletak di sudut barat dayabangunan utama Masjid Agung Surakarta. Maksura adalah ruangan berdinding kaca berwarna yang dibangun di kuadran barat daya ruang utama masjid untuk tempat shalat raja bersama permaisuri dan putra – putri mereka. Pada gambar di atas dapat dilihat pembatas ruang maksura dan atap yang memayungi, umumnya ruang itu dimanfaatkan saat raja melaksanakan shalat jum’at. Namun saat ini ruang transit dan maksura sudah tidak ada lagi.

Tiang semu
Keempat sisi dinding ruang shalat utama masing – masing dilengkapi empat tiang semu bergaya doric atau doria, yang pada bagian atasnya berbentuk kapitel, yakni ornamen menggambarkan tumpukan terpenggal. Keenam belas tiang semu itu terlihat sebagai penyangga belandar meskipun ujung belandar – belandar tersebut sebenarnya tertanam dalam tembok yang merupakan struktur dari tiang – tiang semu itu.

Mihrab
    Mihrab adalah tempat yang disediakan untuk iamam dalam memimpin shalat berjamaah, berbentuk relung atau ceruk setengah lingkaran pada sisi barat ruang utama masjid. Bagian atas mihrab Masjid Agung Surakarta berbentuk melengkung seperti mihrab pada masjid – masjid di jazirah arab.
    Pintu ceruk mihrab dilengkapi sepasang pilar atau tiang semu berbahan kayu bergaya doria yang terhubung dengan lengkungan setengah lingkaran dengan bagian atasnya dilengkapi kapitel. Kapitel dan lengkungan tersebut dihiasi dengan ornamen ukiran bermotif geometris dan patran, serta ukiran kaligrafi huruf arab (hadis nabi Muhammad tentang rukun Islam). Penutup lengkungan itu dihiasi kaca timah (glass in load) yang bermotif tumbu-tumbuhan. Ceruk itu dibangun dengan arah orientasi masjid yang berdeviasi 17 derajat ke utara, emgarah ke kiblat.

Mimbar
    Ruang utama Masjid Agung Surakarta juga dilengkapi mimbar yang diletakkan di sebelah utara mihrab. Mimbar berfungsi sebagai tempat khatib berkhutbah saat shalat jum’at. Bentuknya menyerupai sebuah tandu yang terbuat dari bahan kayu jati, dihiasi motif lidah api, lung-lungan, patran, padma, dan geometris. Denah mimbar empat persegi panjang dengan ukuran 375 cm x 139 cm, dan tinggi 327 cm.

 

Bangunan Sayap
    Ruang sayap terdapat di sebelah utara dan selatan dari ruang utama, ruang sayap di bagi menjadi 3 bagian yaitu ruang Pawastren selatan (ruang khusus wanita), Pawastren utara (Pabongan) dan Yogaswara. Ruang Pawastren terdapat di sebelah utara dan selatan ruang utama, bentuknya menyerupai dapur dalam struktur rumah jawa. Ruang Pawastren dibangun oleh Paku Buwana VII (1830-1858), adapun Paku Buwana VIII yang berkuasa pada rentang 1859-1861 menyempurnakan  Masjid Agung Surakarta dengan membangun Pawastresn selatan dan Pawastren utara atau juga dinamakan Pabongan. Ruang pabongan digunakan untuk tempat dikhitankannya putra – putra raja.

Pintu Tengah penghubung Ruang Utama ke Serambi
    Pada pintu yang menghubungkan ruang utama dengan serambi, dua daun pintu terluar dihiasi ukiran motif flora (lung-lungan), tlancap, dan sengkulunan. Tiga pintu tengah dihiasi ukiran fauna berwujud kepala binatang mistis yang distilir, semacam naga menganga. Motif mistis itu serupa motif ukiran lawang bledeg di Masjid Agung Demak yang dibangun pada masa sebelumnya. Motif tersebut menggambarkan dahsyatnya bledeg atau petir yang mencerminkan kekuatan kuasa tuhan.
    Pada bagian luar kusen pintu tengah terdapat hiasan prasasti candrasengkala berbentuk oval yang menurut catatatn Direktoran Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala berbunyi “izzu man qana’a dzullu man thama’a” yang bermakna “berbahagialah orang yang (merasa) cukup, hinalah orang yang tamak/rakus”. Tulisan itu dibingkai dengan tulisan arab berlafalkan “la ilaaha illallah Muhammad Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali” dan bertuliskan tahun 1313 H.